Kenapa burung Murai batu yang Anda tangkar sepertinya tidak jodoh-jodoh
meski sudah dicampur begitu lama? Dan mengapa tak kunjung bertelur,
beranak pinak, coba simak tulisan ini, yang saya kumpulkan dari artikel
bagaimana kunci rahasianya cara sukses ternak jenis burung yang satu
ini.
Pertama-tama
perlu diketahui, bahwa kunci utama menangkarkan burung adalah bagaimana
menyamakan waktu birahi antara jantan dan betina. Banyak sekali calon
penangkar yang putus asa karena sudah dua-tiga bahkan mungkin enam tahun
burung tangkarannya tidak pernah mau bertelor, atau kalaupun bertelor
tidak berisi sperma jantannya (kosong), atau kalaupun telornya isi, tak
mau mengeram/sarang dieker-eker lagi (telor jatuh, pecah berantakan) dan
sebagainya. Intinya: burung yang ditangkar tidak pernah berproduksi.
Penyebab utama dari semua itu adalah masa birahi antara jantan dan
betina tidak bersamaan waktunya. Perlu diketahui, burung betina
mengalami masa birahi secara rutin setiap bulan (selalu datang masa
subur setiap bulannya), sementara untuk pejantan belum tentu datang sama
seperti betina. Suatu ketika, bisa jadi pejantannya birahi, tetapi
betinanya pas tidak, dan sebaliknya.
Tanda burung birahi adalah agresif, bunyi terus-menerus, dan selalu
bergerak lincah kesana-kemari. Karena agresifnya itu, dia sering
mengejar-ngejar burung lain (jantan ngejar-ngejar betina dan
sebaliknya). Jika masa birahi pejantan dan betina tidak bersamaan, maka
hal ini menyebabkan berbagai hal.
Pertama, telor kosong. Itu disebabkan pejantan tidak mengawini
betinanya, pada saat betina memasuki masa subur. Kalaupun betinanya
mengeram, ya percuma, tidak akan menetas.
Kedua, sarang/telor berantakan. Ini dikarenakan masa birahi
datang terlalu cepat. Seandainya betina sedang mengeram dan birahinya
datang, atau pun sebaliknya, yakni pejantannya birahi pada saat betina
mengeram, bisa dipastikan yang sedang birahi itu mengaduk-aduk sarang.
Sesungguhnya, dia tidak bermaksud merusak telor atau sarang, namun
itulah sifat alamiah burung ketika birahi, dia mencoba menyusun sarang.
Nah karena burung punya kebiasaan bersarang pada tempat yang sama, yah
bisa dibayangkan akibatnya: dia mengobrak-abrik sarang yang sedang ada
telornya tak peduli itu telor mereka sendiri.
Ketiga, pejantan dan betina tidak akur. Bila masa birahi betina
datang ketika pejantan “adem ayem” saja, maka dipastikan si betina
mengejar-ngejar si jantan. Karena tidak birahi, si jantan terus
menghindar dan pada saat yang sama si betina “naik darah” dan
terus-menerus mengejar. Jika si pejantan bermental bagus, dia akan
menyerang balik si betina bukan dengan maksud melayani haus seks si
betina, tetapi benar-benar membalas patukan-patukan si betina, dan
keduanya pun duel. Yang kalah bisa dipastikan terkapar megap-megap di
pojok sangkar. Begitu juga sebaliknya, jika si jantan birahi pada saat
si betina “datang bulan” (alias tidak subur ) misalnya, bisa dipastikan
si betina selalu menghindar dan bisa-bisa membuat si jantan meradang dan
benar-benar menyerang si betina dengan maksud menyakiti.
Kalau si betinanya membalas, yah akibatnya sama seperti yang saya sebutkan di atas.
Kalau jantan dan betina pernah bertempur habis-habisan dengan tujuan
saling menyakiti seperti itu, maka bisa dipastikan untuk masa
berbulan-bulan, bahkan mungkin bertahun-tahun, keduanya tidak akan
memasuki masa birahi bersamaan.
Sebabnya sederhana, salah satunya (yang kalah duel) akan stres
berkepanjangan. Stres burung dengan penyebab burung lain yang masih
dalam satu kandang, memerlukan waktu lama untuk penyembuhannya apalagi
jika burung itu tetap dicampur dalam satu kandang.
Dalam konteks menyamakan masa birahi ini, penting dibahas masalah
perlunya burung mau diberi jangkrik langsung dari tangan (mau nyambar
begitu didekatkan jangkrik di depan kandang). Kunci utama membangkitkan
birahi burung adalah dari makanan berprotein tinggi. Namun demikian,
Anda tidak bisa memberikan protein sebanyak-banyaknya kepada sepasang
burung langsung bruk… begitu saja. Mengapa?
Nah dalam konteks inilah kita harus mengatur pemberian jangkrik langsung
dari tangan kita kepada masing-masing burung. Taruhlah pada pagi hari
saat kita memberi jangkrik burung kebetulan jangkrik pertama dan kedua
disambar si betina, maka untuk lima jangkrik berikut harus untuk si
jantan semua. Caranya, begitu si betina akan menyambar jangkrik di
tangan kita, kita tarik tangan menjauh kandang, tetapi begitu si jantan
yang menyambar, langsung kita berikan…begitu seterusnya sampai lima
jangkrik terakhir dimakan semua oleh si jantan. Tak peduli mana yang
menyambar jangkrik, yang jelas kita harus mengatur porsi jangkrik
pembangkit birahi burung.
Ini sepertinya hal yang sederhana ya, tetapi inilah kunci sukses
menyamakan bangkitnya birahi jantan-betina. Nah begitu birahi mereka
bangkit bersamaan, mereka akan berkicau bersahut-sahutan, bercumbu
(saling mematuk lembut alias bermesraan), membuat sarang bersama, kawin
dan si betina bertelor.
Langkah selanjutnya setelah betinanya mengeram maka anda menyetop sama
sekali pemberian jangkrik (atau apapun makanan berprotein tinggi) kepada
keduanya. Kira-kira dua hari sebelum masa mengeram berakhir (12 hari)
sejak mengeram hari pertama, barulah kedua pasangan itu diberikan
jangkrik kembali, dengan porsi yang berbandingannya sama seperti
tersebut diatas. Dengan treatment seperti itu, maka dipastikan pasangan
burung anda akan harmonis dalam mengarungi bahtera rumah tangganya.
Semoga sukses. (***)
Pertama-tama
perlu diketahui, bahwa kunci utama menangkarkan burung adalah bagaimana
menyamakan waktu birahi antara jantan dan betina. Banyak sekali calon
penangkar yang putus asa karena sudah dua-tiga bahkan mungkin enam tahun
burung tangkarannya tidak pernah mau bertelor, atau kalaupun bertelor
tidak berisi sperma jantannya (kosong), atau kalaupun telornya isi, tak
mau mengeram/sarang dieker-eker lagi (telor jatuh, pecah berantakan) dan
sebagainya. Intinya: burung yang ditangkar tidak pernah berproduksi.